Tingkatan
apresiai menurut beberapa ahli
Akhmad (1990: 28-29):
1)
Apresiasi
empatik
Apresiasi ini menempatkan tahap ketika seseorang terlibat secara
intelektual (mengenai ilmunya), secara imajinatif (membayangkan), dan
secara emosional (ikut merasakan) karya itu.
2) Apresiasi estetik
Apresiasi ini merupakan tahapan ketika seseorang sudah mampu
membedakan antara karya yang baik dan kurang baik. Di samping itu, dia
juga mengalami keterlibatan kritis.
3) Apresiasi kritik
Apresiasi ini merupakan tahap ketika seseorang karena penguasaannya
terhadap konsep-konsep atau teori-teori yang berhubungan dengan suatu
karya seni, dapat menjelaskan secara fasih, baik mengenai apresiasinya
maupun mengenai nilai karya tersebut.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa apresiasi
merupakan suatu proses pengenalan sebuah karya sastra sehingga menumbuhkan
perasaan tertarik, berpikiran kritis, menumbuhkan perasaan puas dan akhirnya
dapat menyimpulkan atau memberikan penilaian baik buruknya karya tersebut.
Apresiasi ini menempatkan tahap ketika seseorang terlibat secara
intelektual (mengenai ilmunya), secara imajinatif (membayangkan), dan
secara emosional (ikut merasakan) karya itu.
2) Apresiasi estetik
Apresiasi ini merupakan tahapan ketika seseorang sudah mampu
membedakan antara karya yang baik dan kurang baik. Di samping itu, dia
juga mengalami keterlibatan kritis.
3) Apresiasi kritik
Apresiasi ini merupakan tahap ketika seseorang karena penguasaannya
terhadap konsep-konsep atau teori-teori yang berhubungan dengan suatu
karya seni, dapat menjelaskan secara fasih, baik mengenai apresiasinya
maupun mengenai nilai karya tersebut.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa apresiasi
merupakan suatu proses pengenalan sebuah karya sastra sehingga menumbuhkan
perasaan tertarik, berpikiran kritis, menumbuhkan perasaan puas dan akhirnya
dapat menyimpulkan atau memberikan penilaian baik buruknya karya tersebut.
Rusyana (1979:
8-9).
1)
Tingkat
pertama
Mampu memperoleh pengalaman yang terkandung pada objek yang
diapresiasi, yaitu mampu melibatkan pikiran, perasaan, dan khayal pada
objek yang diapresiasi,
2)Tingkat kedua
Mampu memeroleh pengalaman yang lebih mendalam, yaitu mampu
melibatkan daya intelektual dengan giat. Dengan menggunakan pengertian
teknis pada bidang yang diperoleh adalah nilai-nilai yang terdapat secara
instrinsik pada bidang yang diapresiasi.
3) Tingkat ketiga
Mampu memeroleh pengalaman yang lebih mendalam dan meluas, yati
dengan berdasarkan pengalaman apresiasi pada tingkat sebelumnya, mampu
melibatkan factor ekstrinsik yang terkait dengan bidang yang diapresiasi.
Mampu memperoleh pengalaman yang terkandung pada objek yang
diapresiasi, yaitu mampu melibatkan pikiran, perasaan, dan khayal pada
objek yang diapresiasi,
2)Tingkat kedua
Mampu memeroleh pengalaman yang lebih mendalam, yaitu mampu
melibatkan daya intelektual dengan giat. Dengan menggunakan pengertian
teknis pada bidang yang diperoleh adalah nilai-nilai yang terdapat secara
instrinsik pada bidang yang diapresiasi.
3) Tingkat ketiga
Mampu memeroleh pengalaman yang lebih mendalam dan meluas, yati
dengan berdasarkan pengalaman apresiasi pada tingkat sebelumnya, mampu
melibatkan factor ekstrinsik yang terkait dengan bidang yang diapresiasi.
Natawidjaya
[1980: 2]
1. Tingkat pertama, tingkat penikmatan yang bersifat menonton, merasakan senang yang sifatnya sama dengan perasaan saat dipuji atau menerima pemberian yang tak terduga.
2. Tingkat kedua, tingkat penghargaan yang bersifat kepemilikan dan kekaguman akan sesuatu yang dihadapinya.
3. Tingkat ketiga, tingkat pemahaman yang bersifat studi, mencari pengertian sebab-akibat.
4. Tingkat keempat, tingkat penghayatan yaitu meyakini apa dan bagaimana produk karya tersebut.
5. Tingkat kelima, tingkat implikasi yang bersifa marital, memperoleh daya tepat guna, bagaimana dan untuk apa karya itu.
1. Tingkat pertama, tingkat penikmatan yang bersifat menonton, merasakan senang yang sifatnya sama dengan perasaan saat dipuji atau menerima pemberian yang tak terduga.
2. Tingkat kedua, tingkat penghargaan yang bersifat kepemilikan dan kekaguman akan sesuatu yang dihadapinya.
3. Tingkat ketiga, tingkat pemahaman yang bersifat studi, mencari pengertian sebab-akibat.
4. Tingkat keempat, tingkat penghayatan yaitu meyakini apa dan bagaimana produk karya tersebut.
5. Tingkat kelima, tingkat implikasi yang bersifa marital, memperoleh daya tepat guna, bagaimana dan untuk apa karya itu.
Feldman (1967) dan smith (1967)
A. MENGGAMBARKAN
Mengamati hasil seni dan menggambarkab sifat-sifat tampak seperti warna, garisan,
bentuk, rupa, jalinan dan elemen-elemen gubahan iaitu prinsip dan struktur
B. MENGANALISA
i. Menganalisa perhubungan sifat-sifat tampak seperti unsure-unsur seni, prinsip
dan stuktur
ii. Menganalisa kualiti ekspresif seperti mood dan suasana
iii. Menghauraikan stail sesuatu karya
C. TAFSIRAN
i. Mencari makna-makna yang tedapat pada sifat-sifat tampak seperti subjek,
symbol, unsure-unsur seni, prinsip, strktur, corak dan bahan
ii. Mencari metafora-metafora (ibarat/kiasan) an analogi-analogi (persamaan) untuk
menjelaskan makna tersebut.
D. PENILAIAN
i. Membuat penilaian berdasarkan kepada criteria yang bersesuaian seperti
keaslian, gubahan, teknik dan fungsi
ii. Menilai hasil seni berdasarkan kepada pengertiannya dari segi individu, social,
A. MENGGAMBARKAN
Mengamati hasil seni dan menggambarkab sifat-sifat tampak seperti warna, garisan,
bentuk, rupa, jalinan dan elemen-elemen gubahan iaitu prinsip dan struktur
B. MENGANALISA
i. Menganalisa perhubungan sifat-sifat tampak seperti unsure-unsur seni, prinsip
dan stuktur
ii. Menganalisa kualiti ekspresif seperti mood dan suasana
iii. Menghauraikan stail sesuatu karya
C. TAFSIRAN
i. Mencari makna-makna yang tedapat pada sifat-sifat tampak seperti subjek,
symbol, unsure-unsur seni, prinsip, strktur, corak dan bahan
ii. Mencari metafora-metafora (ibarat/kiasan) an analogi-analogi (persamaan) untuk
menjelaskan makna tersebut.
D. PENILAIAN
i. Membuat penilaian berdasarkan kepada criteria yang bersesuaian seperti
keaslian, gubahan, teknik dan fungsi
ii. Menilai hasil seni berdasarkan kepada pengertiannya dari segi individu, social,
keaagamaan dan kepercayaan,
sejarah serta keseniaannya.
Apresiasi mempunyai tiga
tingkatan, yaitu apresiasi empatik, apresiasi estetis, dan apresiasi kritis.
- Apresiasi empatik adalah
apresiasi yang hanya menilai baik dan kurang baik hanya berdasarkan pengamatan
belaka. Apresiasi atau penilaian ini bias any dilakukan oleh orang awam yang
tidak punya pengetahuan dan pengalaman dalam bidang seni.
- Apresiasi estetis adalah
apresiasi untuk menilai keindahan suatu karya seni. Apresiasi pada tingkat ini
dilakukan seseorang setelah mengamati dan menghayati karya seni secara
mendalam.
- Apresiasi kritis adalah
apresiasi yang dilakukan secara ilmiah dan sepenuhnya bersifat keilmuan dengan
menampilkan data secara tepat, dengan analisis, interpretasi, dan peneilaian
yang bertanggung jawab.
menurut Nenden Lilis A (2007),
dalam proses apresiasi puisi seorang pembaca harus:
a) merasakan keterlibatan jiwa dengan puisi yang dibacanya;
b) menghargai kemampuan teknis penyair dalam memberdayakan seluruh unsur
puisi; dan
c) menemukan relevansi puisi tersebut dengan kehidupan.
dalam proses apresiasi puisi seorang pembaca harus:
a) merasakan keterlibatan jiwa dengan puisi yang dibacanya;
b) menghargai kemampuan teknis penyair dalam memberdayakan seluruh unsur
puisi; dan
c) menemukan relevansi puisi tersebut dengan kehidupan.
Tabrani (1998: 20-23)
a. Kejutan (surprise)
Kerjutan akan terjadi ketika kita berhadapan dengan sesuatu
karya pada “pandangan pertama” sehingga jatuh cinta. Ini sebagai akibat
ciri-kreasi karya yang iseng dan novel.
b. Empati
Dalam apresiasi seni terjadi pula proses empati, yaitu si
pengamat turut serta merasakan ungkapan, curahan hati seniman penciptanya.
Turut serta merasakan suka duka, pikiran, perasaan, pandangan hidup dan watak
yang tercermin dalam karya seni tersebut. Empati merupakan proses intuitif
diiringi rasa-indah-estetis (feeling into form) yang berada antara
sadar-ambang sadar. Dengan demikian, empati berhubungan dengan estetik dan
bentuk.
c. Rasa-Betul-Estetis
Mereka yang terlau rasionil akan mendapat kesulitan
mencapai empati, tapi mereka masih dapat mencapai Rasa-Betul-Estetis melalui
proses rasionil. Bagi apresiator umum sudah cukup sampai pada
Rasa-Betul-Estetis, tapi bagi para mahasiswa seni perlu dilengkapi dengan
intuitif dan kreatif.
d. Simpati
Simpati berhubungan dengan etika dan isi
pesan/content/fungsi suatu karya. Simpati berarti “feeling with”. Ini merupakan
penjabaran intusisi yang sudah mulai merasakan meningkatnya perasan-hanyut.
Jika kita merasa simpati pada seseorang maka kita seakan-akan merasakan sendiri
apa yang dirasakan oleh orang itu dam jika kita memusatkan diri pada suatu
hasil seni, maka kita memproyeksikan diri kita ke dalam bentuk hasil seni itu,
dan perasaan kita ditentukan oleh apa yang kita ketemukan di sana, oleh dimensi
yang kita dapatkan.
e. Rasa- Benar-Etis
Orang yang terlalu rasional akan mendapat keslitan mencapai
simpati, tapi mereka masih dapat mencapai Rasa-Benar-Etis karena etika bisa
didekati dengan ilmu pengetahuan. f. Terpesona Umumnya Empati lebih dahlu dari
Simpati. Suatu karya mump membawa apresiator menjadi Empati dan Simpati hingga
terjadinya integrasi rasa-indah-estetis (feeling into-nya empati) dengan
rasa-hanyut (feeling with-nya Simpati) maka karya tersebut akan segera
membawa apresiator tersebut mencapai rasa apresiasi terpesona. Transformasi
suatu karya yaitu suatu perasaan yang timbul bila berhadapan dengan suatu karya
yang integral dan jujur.
f. Terharu
Proses ini terjadi ditandai proses penghayatan yang
merupakan peleburan sadar-ambang sadar-tak sadar menjadi satu kesatuan.
Pendekatan Apresiasi Puisi
Pendekatan dalam suatu karya sastra meliputi :
1. Pendekatan mimetik
Pedekatan mimetik merupakan pendekatan
yang menitik beratkan pada pengarang yang menciptakan karya sastra dengan
meniru peristiwa yang ada disekitarnya
2. Pendekatan pragmatik
Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang
menitik beratkan pada karya sastra yang memiliki unsur-unsur tertentu yang
diciptakan pengarang untuk mempengaruhi respon pembaca.
3. Pendekatan ekspresif
Pendekatan ekspresif merupakan pendekatan yang
menitik beratkan pada pengekspresian luapan perasaan pengarang yang dituangkan
dalam karya sastra
4. Pendekatan objektif (Abrams, 1976: 8-29).
Pendekatan objektif menitik beratkan
pada unsur karya sastra yang diciptakan berdasarkan kenyataan atau realita atau
objek tertentu.